‘Aris Dalam Pertarungan DPR Vs KPK’

mahfudkalem
Prof. DR. Moh Mahfud MD (Dok/Ist)

Oleh, Prof. DR. Moh Mahfud MDKetua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN)
Ketua MK (2008-2013)
OPINI, SriwijayaAktual.com – SAYA tidak
perlu memberi pendapat lagi, apakah kehadiran Direktur Penyidikan
Komisi Pemberantasan Korupsi (Dirdik KPK) Aris Budiman melanggar
peraturan disiplin atau tidak. Pendapat tentang itu sudah banyak
dikemukakan di media massa.
Saya hanya ingin mengatakan, mungkin
benar Aris Budiman bahwa dirinya tidak pernah menemui anggota DPR untuk
menegosiasikan perkara seperti yang dimunculkan sebagai tudingan dari
rekaman video pada pemeriksaan Miryam S Haryani di sidang pengadilan
tipikor.
Maka itu, Aris Budiman datang ke DPR memang betul-betul
ingin menegaskan bahwa dirinya bersih dari soal itu. Itu mungkin saja
karena saya pernah mendapat cerita yang sama, tetapi nyatanya hanya
omong kosong, yakni cerita bahwa ada “orang KPK” memeras anggota DPR dan
merampas uang miliaran rupiah tetapi terus ditilap sendiri oleh orang
KPK itu.
Saat masih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pada
2012, dalam satu penerbangan dari Jakarta ke Surabaya, saya duduk
berjejer dengan seorang tokoh besar di republik ini. Banyak yang kami
obrolkan saat itu, tetapi yang terus saya ingat adalah cerita penanganan
kasus korupsi pembahasan anggaran Dana Pencepatan Pembangunan
Infrastruktur Daerah (DPPID) oleh KPK yang menyeret banyak nama di DPR.
Tokoh
besar tersebut mengatakan kepada saya bahwa KPK telah menggunakan
proses penanganan korupsi dengan melakukan korupsi itu sendiri. Loh, kok bisa?
Tokoh besar tersebut mengatakan, ada beberapa anggota DPR yang ketika
ruangannya digeledah oleh petugas KPK, uangnya dirampas dan ada pula
yang dimintai uang sampai miliaran rupiah.
Kisahnya, uang yang
disita tersebut, kata petugas KPK seperti yang disampaikan kepada tokoh
tersebut oleh anggota DPR dan kemudian disampaikan lagi kepada saya oleh
tokoh tersebut, untuk bukti di pengadilan. Tetapi nyatanya, uang
tersebut diambil sesukanya dan tidak pernah dijadikan bukti di
pengadilan, bahkan tidak ada bukti penyitaannya.
Ada anggota DPR
yang selain uang yang ada di ruang kerjanya diambil, masih dimintai
uang lagi di lain kesempatan. Artinya, anggota DPR itu diperas dengan
janji kasusnya akan berhenti pada pelaku utama yang sudah diadili saja
dan tidak akan berlanjut kepada dirinya. “Jadi, Mas Mahfud jangan
terlalu berlebihan membela KPK karena di KPK itu juga banyak
koruptornya,” kata tokoh yang selalu memanggil saya dengan panggilan Mas
itu.
Mendengar cerita itu, hati saya agak panas dan mengumpat
KPK, “Sialan, ternyata di KPK yang kita bela-bela itu ada koruptornya
juga”. Oleh sebab itu, sebagai tanggung jawab moral, saya ingin juga
mengungkap perilaku sesat petugas KPK itu.
Bagi saya, KPK memang
bukan kumpulan malaikat sehingga memang bisa saja ada oknum yang sesat.
Kepada sang tokoh, saya bilang agar hal itu dilaporkan kepada yang
berwajib dan diumumkan ke publik.
Sang tokoh itu menjawab bahwa
para anggota DPR itu tidak berani mengungkapnya karena takut benar-benar
dijadikan tersangka. Saya bilang, beri tahu saja kepada saya siapa
anggota DPR yang diperas dan siapa orang KPK yang memeras biar saya bisa
membantu untuk menyelesaikannya secara hukum.
Tetapi sang tokoh
mengatakan, para anggota DPR yang diperas itu tidak mau namanya
disebutkan karena diancam oleh orang KPK; mereka akan dijadikan
tersangka penyuapan kepada petugas KPK “dengan uang itu” jika
membocorkan bahwa uangnya dirampas atau diperas oleh KPK.
Saya
bilang kepada sang tokoh bahwa fakta hukum tak semudah itu
dibelok-belokkan seperti itu. Asal orang itu mau menyebut jati dirinya
dan menyebut identitas pemeras yang dari KPK, biar saya yang
mengurusnya. “Tak usah takut, malah kebetulan kita bisa benahi KPK,”
kata saya.
Tapi sang tokoh itu tak mau menyebut nama dengan
alasan anggota DPR yang bersangkutan takut kalau benar-benar dijadikan
tersangka penyuapan meski nyatanya diperas untuk menyerahkan sejumlah
uang tersebut. Karena sikap sang tokoh, akhirnya saya berkesimpulan,
cerita itu hanya karangan belaka, tidak ada faktanya.
Mungkin anggota DPR itu mengarang cerita karena ingin mencari alibi
kepada sang tokoh bahwa dirinya bersih. Dia hanya ingin membersihkan
dirinya dengan mengarang cerita telah diperas dan diancam oleh orang
KPK. Kalau memang ada faktanya, kan gampang.
Sebagai anggota DPR, dia bisa membongkar itu. Kalau tak bisa melalui KPK, ya bisa
melalui Polri atau Kejaksaan Agung. Kesimpulan saya, sang tokoh itu
telah dikecoh dengan cerita palsu oleh anggota DPR yang sebenarnya hanya
ingin mencari alibi karena dirinya disebut-sebut dalam satu kasus.
Sangat
mungkin kisah Aris Budiman ini sama dengan cerita di atas. Aris, boleh
jadi, memang tidak pernah menemui anggota DPR, apalagi sampai
menegosiasi perkara dan meminta uang. Itu hanya karangan dari anggota
DPR yang menginformasikan kepada Miryam S Haryani agar memberi kesaksian
tertentu dalam kasus KTP elektronik.
Yah, sebagai cara
mencari alibi juga. Oleh sebab itu, pelacakannya sebenarnya tidak
terlalu rumit, mana yang benar dalam kasus itu tidaklah sulit untuk
diketahui.
Cerita itu, kan muncul dari Miryam S Haryani,
yang di dalam video rekaman saat dirinya diperiksa oleh penyidik KPK
mengatakan ada anggota DPR yang memberi tahu bahwa orang-orang KPK ada
yang sering datang ke DPR untuk menegosiasi perkara dan meminta uang
(memeras).
Ketika ditanya oleh penyidik, Miryam menunjuk nama
Dirdik Aris Budiman yang tertera di surat panggilan KPK atas dirinya.
Miryam menunjuk nama Aris bukan berdasar pengalamannya sendiri,
melainkan menurut kata teman-temannya di DPR.
Kalau begitu masalahnya, kan mudah.
Periksa atau jadikan tersangka lagi Miryam dalam sangkaan fitnah. Dari
sana bisa dikorek siapa anggota DPR teman Miryam yang mengatakan itu
untuk selanjutnya konfrontasikan kepada Miryam maupun anggota DPR itu
dengan Aris Budiman.
Rasanya berlebihan kalau dalam kasus ini yang disalahkan justru penyidik KPK. Yang bilang Dirdik sering ketemu anggota DPR itu kan Miryam, yang katanya menurut teman-temannya di DPR. Penyidik KPK kan hanya merekam Miryam. Mengapa bukan Miryamnya yang diperiksa untuk menjernihkan?
Tapi, yah, itulah tarung berseri antara KPK dan DPR. Dhuaarr!!!. (*)
(Opini Ini Pernah Dimuat oleh Laman Sindonews (2/9/2017), dengan Judul: Aris Dalam Tarung DPR Vs KPK *)

 

Spesial Untuk Mu :  Viral! Aksi Joget Tiga Tahanan Jongkok dan Tangan Diborgol Tuai Perdebatan: Joget TikTok Sebelum Masuk Sel

Komentar