![]() |
Kepala Bidang Pemberantasan Narkotika Jateng, AKBP Suprinarto. Foto: Okezone/Taufik Budi |
SEMARANG-JATENG, SriwijayaAktual.com – Sejumlah anak di Jawa Tengah terindikasi perilaku menyimpang karena
gemar merebus pembalut untuk mengonsumsi airnya. Mereka mengaku
merasakan efek sebagaimana ketika merasakan sensasi setelah mengonsumsi
narkotika jenis sabu.
gemar merebus pembalut untuk mengonsumsi airnya. Mereka mengaku
merasakan efek sebagaimana ketika merasakan sensasi setelah mengonsumsi
narkotika jenis sabu.
Kepala Bidang Pemberantasan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP)
Jawa Tengah, AKBP Suprinarto, mengatakan, sudah menemukan kasus tersebut
di beberapa daerah. Kebanyakan mereka adalah anak-anak muda yang
mendiami wilayah pinggiran kota, seperti Purwodadi, Kudus, Pati,
Rembang, serta di Kota Semarang bagian timur.
Jawa Tengah, AKBP Suprinarto, mengatakan, sudah menemukan kasus tersebut
di beberapa daerah. Kebanyakan mereka adalah anak-anak muda yang
mendiami wilayah pinggiran kota, seperti Purwodadi, Kudus, Pati,
Rembang, serta di Kota Semarang bagian timur.
Dia menyebut, anak-anak yang mulai kencanduan mengonsumsi air rebusan
pembalut masih pada usia pelajar yakni 13-16 tahun. Keterbatasan
ekonomi menjadi alasan utama bagi anak-anak tersebut, karena tak mampu
membeli sabu yang harganya mencapai jutaan rupiah per gram.
pembalut masih pada usia pelajar yakni 13-16 tahun. Keterbatasan
ekonomi menjadi alasan utama bagi anak-anak tersebut, karena tak mampu
membeli sabu yang harganya mencapai jutaan rupiah per gram.
“Narkotika ini pada kelompok tertentu mungkin mahal, sehingga
pada kelompok masyarakat tertentu bagi anak-anak ini yang masih mencoba
terutama anak jalanan, juga pingin seperti itu (mengonsumsi sabu),” kata
Suprinarto, Selasa (6/11/2018) dilansir okezone.
pada kelompok masyarakat tertentu bagi anak-anak ini yang masih mencoba
terutama anak jalanan, juga pingin seperti itu (mengonsumsi sabu),” kata
Suprinarto, Selasa (6/11/2018) dilansir okezone.
Menurutnya, semula anak-anak jalanan tersebut meggunakan pembalut
bekas pakai yang ditemukan di tempat sampah. Namun belakangan mereka
mulai beralih ke pembalut baru dengan pertimbangan lebih higienis.
bekas pakai yang ditemukan di tempat sampah. Namun belakangan mereka
mulai beralih ke pembalut baru dengan pertimbangan lebih higienis.
“Dulu mereka kerap mengorek-orek tempat sampah untuk mencari
pembalut bekas di tempat-tempat sampah lalu direbus. Tapi kini sudah
menggunsakan pembalut baru. Pembalut itu kan ada gelnya yang berfungsi
menyerap air (darah haid), itu yang bikin fly. Tapi untuk kandungannya
apa di dalam gel itu saya kurang tahu pasti,” terangnya.
pembalut bekas di tempat-tempat sampah lalu direbus. Tapi kini sudah
menggunsakan pembalut baru. Pembalut itu kan ada gelnya yang berfungsi
menyerap air (darah haid), itu yang bikin fly. Tapi untuk kandungannya
apa di dalam gel itu saya kurang tahu pasti,” terangnya.
![]() |
Pembalut Wanita/Ilustrasi |
Sementara psikolog, Indra Dwi Purnomo, menyampaikan, fenomena merebus
pembalut ini sudah cukup lama ditemukan di daerah Karawang dan
Yogyakarta. Rata-rata pelakunya ingin mengejar kesenangan namun tak
memiliki materi berlebih.
pembalut ini sudah cukup lama ditemukan di daerah Karawang dan
Yogyakarta. Rata-rata pelakunya ingin mengejar kesenangan namun tak
memiliki materi berlebih.
“Mereka ini mayoritas anak jalanan atau dari keluarga kurang
mampu. Karena keterbatasan modal inilah, anak-anak muda ini suka
bereksperimen. Mulai dari yang legal-legal dulu dari komix, akhirnya
nyair bahkan minum rebusan softex (pembalut),” terangnya.
mampu. Karena keterbatasan modal inilah, anak-anak muda ini suka
bereksperimen. Mulai dari yang legal-legal dulu dari komix, akhirnya
nyair bahkan minum rebusan softex (pembalut),” terangnya.
Dosen Fakultas Psikologi Universtias Katholik (Unika)
Soegijapranata Semarang itu mengatakan, sering bekerjasama dengan BNNP
Jateng untuk menindaklanjuti laporan masyarakat untuk menangani
anak-anak yang kecanduan pembalut rebus. Efek yang ditimbulkan, pelaku
akan kehilangan konsentrasi hingga kesadaran.
Soegijapranata Semarang itu mengatakan, sering bekerjasama dengan BNNP
Jateng untuk menindaklanjuti laporan masyarakat untuk menangani
anak-anak yang kecanduan pembalut rebus. Efek yang ditimbulkan, pelaku
akan kehilangan konsentrasi hingga kesadaran.
“Yang kita temukan, anak-anak ini mengonsumsi secara berkelompok,
tidak sendiri, seperti dibilang asyiknya ramai-ramai. Makanya kalau
kita periksa satu anak, maka dalam satu kelompok itu hasilnya juga sama
(kecanduan pembalut rebus),” tukasnya. (fzy)
tidak sendiri, seperti dibilang asyiknya ramai-ramai. Makanya kalau
kita periksa satu anak, maka dalam satu kelompok itu hasilnya juga sama
(kecanduan pembalut rebus),” tukasnya. (fzy)
Komentar