PALEMBANG, SriwijayaAktual.com – Kontroversi & kontradiktif penerapan pajak pempek, restoran dan pecel lele yang diberlakukan pemerintah Kota Palembang, akhirnya menuai protes dari berbagai macam
kalangan masyarakat. Untuk menanggapi hal itu Lembaga Kajian Kebijakan
Publik dan Pembangunan Daerah (LKKPPD) bekerjasama dengan Palembang Berdjaja menggelar diskusi panel dengan topik: “Kejar target PAD, Pempek dan Nasbung Jadi Sasaran Pajak…?, Selasa
(23/7/2019) di salah satu hotel di Kota Palembang.
kalangan masyarakat. Untuk menanggapi hal itu Lembaga Kajian Kebijakan
Publik dan Pembangunan Daerah (LKKPPD) bekerjasama dengan Palembang Berdjaja menggelar diskusi panel dengan topik: “Kejar target PAD, Pempek dan Nasbung Jadi Sasaran Pajak…?, Selasa
(23/7/2019) di salah satu hotel di Kota Palembang.
Diskusi diikuti puluhan oleh pengusaha warung pempek Kota Palembang, resto dan pengusaha pecel lele serta masyarakat umum lainya. Bahkan kegiatan ini juga dimoderatori oleh pengamat politik
Bagindo Togar dan dewan pengarah LKKPD yang juga merupakan Staf ahli Pemerintah Kota Palembang Suparman Romans.
Bagindo Togar dan dewan pengarah LKKPD yang juga merupakan Staf ahli Pemerintah Kota Palembang Suparman Romans.
Dalam sambutannya Suparman mengatakan, kebijakan tentang pajak pempek
dan nasi bungkus cukup menuai kontroversi karena dianggap tidak melalui
kajian yang tepat dan terbukti membuat masyarakat kebingungan dengan
pajak ini.
dan nasi bungkus cukup menuai kontroversi karena dianggap tidak melalui
kajian yang tepat dan terbukti membuat masyarakat kebingungan dengan
pajak ini.
“Seharusnya kebijakan ini melibatkan banyak pihak, apalagi dalam
proses pengkajian, sebab dunia usaha sangat berpengaruh dengan kebijakan
pajak yang diterapkan oleh pemerintah. Maju mundurnya sebab pajak
menentukan pasar, yang dikhawatirkan daya beli konsumen,’’ jelas
Suparman.
proses pengkajian, sebab dunia usaha sangat berpengaruh dengan kebijakan
pajak yang diterapkan oleh pemerintah. Maju mundurnya sebab pajak
menentukan pasar, yang dikhawatirkan daya beli konsumen,’’ jelas
Suparman.
Senada dengan Suparman, Ketua Asosiasi Pengusaha Pempek Palembang
(ASPPEK) Yeni Anggraini alias Cek Molek yang dalam stetmen diskusi panel menambahkan, bahwa pajak yang akan
diterapkan pemerintah Kota Palembang terutama pajak pempek, dirasakan
sangat memberatkan.
(ASPPEK) Yeni Anggraini alias Cek Molek yang dalam stetmen diskusi panel menambahkan, bahwa pajak yang akan
diterapkan pemerintah Kota Palembang terutama pajak pempek, dirasakan
sangat memberatkan.
‘’Apalagi selama dua bulan ini didatangi oleh
pemerintah Kota Palembang untuk menyosialisasikan tentang pajak pempek
ini. Namun ada hal yang membingungkan selain soal pajak ini karena ada
keterlibatan pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara
langsung tentang pajak pempek. Yang jadi pertanyaan besar para pedagang,
apa hubungannya pedagang dengan KPK, seharusnya pengawasan pajak
pedagang itu dari pemerintah setempat, terus nominal penghasilan yang
kena pajak, mulai dari 3 juta perhari atau 3 juta perbulan ini saja
belum jelas,” Jelasnya.
pemerintah Kota Palembang untuk menyosialisasikan tentang pajak pempek
ini. Namun ada hal yang membingungkan selain soal pajak ini karena ada
keterlibatan pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara
langsung tentang pajak pempek. Yang jadi pertanyaan besar para pedagang,
apa hubungannya pedagang dengan KPK, seharusnya pengawasan pajak
pedagang itu dari pemerintah setempat, terus nominal penghasilan yang
kena pajak, mulai dari 3 juta perhari atau 3 juta perbulan ini saja
belum jelas,” Jelasnya.
Yeni mengharapkan, seharusnya sebelum mengeluarkan peraturan
pemerintah Kota Palembang harus melalui kajian dan sosialisasi yang
benar bukan terkesan terburu – buru. “Jangan membingungkan apalagi
menakuti dengan hal yang tidak jelas dan akhirnya merugikan kami para
pengusaha dan pedagang,” Tandasnya Cek Molek.
pemerintah Kota Palembang harus melalui kajian dan sosialisasi yang
benar bukan terkesan terburu – buru. “Jangan membingungkan apalagi
menakuti dengan hal yang tidak jelas dan akhirnya merugikan kami para
pengusaha dan pedagang,” Tandasnya Cek Molek.
Tampak dalam dinamika diskusi penel, bahwa meminta agar Pemkot.Palembang mengkaji ulang atau bahkan merevisi perda penerapan pajak pempek dan pecel lele di Kota Palembang. “Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Palembang seharusnya tidak membebani pengusaha kuliner khas lokal warisan nenek moyang’Pempek, masih banyak sumber-sumber di sektor lain untuk meningkatkan PAD Kota Palembang.
Sebelumnya seperti yang diberitakan, Kepala Badan Pengelola Pajak Daerah (BPPD) Kota Palembang,
Sulaiman Amin mengatakan bahwa pajak restoran diatur berdasarkan Perda
nomor 84 tahun 2018.
Sulaiman Amin mengatakan bahwa pajak restoran diatur berdasarkan Perda
nomor 84 tahun 2018.
Perda menjelaskan pembeli dikenakan pajak sebesar 10 persen baik pengiriman atau tidak makan di tempat.
“Sebenarnya pajak ini tidak ada kontribusi untuk pemerintah
daerah dan peraturan ini sudah diberlakukan sejak lama hanya saja belum
maksimalkan seluruh restoran,” katanya, Senin
(8/7/2019).
daerah dan peraturan ini sudah diberlakukan sejak lama hanya saja belum
maksimalkan seluruh restoran,” katanya, Senin
(8/7/2019).
“Seperti rumah makan padang semua kena pajak 10 persen, dan
hanya dikenakan untuk pembeli, bagi rumah makan tidak mengurnagi
omsetnya dan disebut wajib pengut,” tambahnya.
hanya dikenakan untuk pembeli, bagi rumah makan tidak mengurnagi
omsetnya dan disebut wajib pengut,” tambahnya.
Lanjut Sulaiman bahwa aturan pembelian ini juga akan diberlakukan untuk warung yang buka pada malam hari seperti Pecel lele.
“Nah untuk yang warung makan pece lele, soto dan sebagainya
yang hanya buka pada malam hari akan kita kenakan juga namun alatnya
berbeda juga akan dikenakan 10 persen untuk pembeli,” jelasnya.
yang hanya buka pada malam hari akan kita kenakan juga namun alatnya
berbeda juga akan dikenakan 10 persen untuk pembeli,” jelasnya.
Meski begitu Sulaiman menegaskan bahwa aturan diberlakukan
untuk semua restoran yang memiliki omset 3 juta ke atas dalam satu hari.
untuk semua restoran yang memiliki omset 3 juta ke atas dalam satu hari.
“Kita punya alat e tax atau untuk yang khusus warung makan
malam jadi kita pasang dan dikenakan pada rumah makan yang memiliki
transaksi cukup tinggi, kalau tidak sesuai tidak kita kenakan,” katanya.
malam jadi kita pasang dan dikenakan pada rumah makan yang memiliki
transaksi cukup tinggi, kalau tidak sesuai tidak kita kenakan,” katanya.
“Walaupun tempatnya ditengah kota tapi sepi dan omsetnya
tidak banyak yah alat itu juga akan menunjukan, jadi kita bisa monitor
langsung tanpa harus menunggu laporan,” tambahnya.
tidak banyak yah alat itu juga akan menunjukan, jadi kita bisa monitor
langsung tanpa harus menunggu laporan,” tambahnya.
Diketahui bahwa saat ini ada alat e tax yang sudah terpasang yaitu 272 tempat dan sedang diajukan ada 200 tempat lagi.
“Target 1000 tempat tahun 2019 hingga 2020 nanti sudah terpasang,
dan tempat-tempat ini berlaku untuk restoran, hotel, parkir dan tempat
hiburan laiinya,” katanya.
dan tempat-tempat ini berlaku untuk restoran, hotel, parkir dan tempat
hiburan laiinya,” katanya.
“Dan bagi pelaku usaha yang menolak kita tidak segan-segan untuk cabut izin usahanya dan penutupan usaha,” tutupnya. [jired]
Komentar