Komnas HAM Minta Negara Cari Tahu Identitas Presiden RI Jokowi

Natalius%2BPigai
Dok: Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai
JAKARTA, SriwijayaAktual.comKomisioner Komnas HAM Natalius Pigai menganggap proses hukum yang dilakukan kepolisian terhadap penulis buku Jokowi Undercover, Bambang Tri Mulyono perlu mendapat apresiasi karena bertujuan baik untuk melindungi kepala negara. 
“Dimana beliau lahir dan dibesarkan apakah di Sragen atau di
Sriroto Boyolali? Siapa orang tua sesungguhnya? Lantas apakah memang ada
hubungan dengan PKI di tahun 1950-an dan 1960-an? Kami tetap antisipasi
sedini mungkin karena kesangsian atas identitas akan menjadi tutur
(diskursus) sejarah dan berita kelam pada masa yang akan datang,”
katanya dalam keterangannya yang diterima redaksi, seerti dilansir rimanews, Kamis (5/1/2017).  
Bambang Tri Mulyono telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan
kepolisian. Dalam bukunya, Bambang menuliskan asal dari Presiden Jokowi
dan silsilahnnya. 
Natalius menerangkan, negara justru harus membantu menjernihkan
pertanyaan publik, mengapa identitas Jokowi masih dipersoalkan oleh
banyak rakyat Indonesia secara terus menerus sejak beliau masa
pencalonan bahkan setelah menjabat sebagai presiden. 
Sejatinya membantu Jokowi dengan membentuk Tim independen yang
terdiri dari berbagai ahli termasuk pihak universitas, ahli sejarah,
pihak kesehatan, kepolisian, kejaksaan, komunitas intelijen (BIN, BAIS)
untuk melakukan klarifikasi secara resmi guna mengembalikan citra Jokowi
dan keluarganya secara resmi. 
“Tim ini bertugas menelusuri fakta sejarah, mengumpulkan dokumen
termasuk data rahasia negara sebagai data sekunder, pengambilan data
primer, melakukan penyelidikan ilmiah (scientivic investigation) melalui
Tes DNA, dan hasilnya bisa dibukukan serta diumumkan ke publik secara
resmi,”ucapnya. 
Di saat proses belangsung Presiden Jokowi harus ditempatkan
sebagai warga negara Indonesia yang diduga difitnah. Di negara-negara
maju proses penyelidikan semacam ini terhadap seorang Presiden atau
pemimpin negara adalah hal yang lazim. 
Selain itu, pelarangan terhadap penilaian masyarakat atas karya
cipta perlu menjadi perhatian, sebab terkesan ada kecenderungan
penyalahgunaan kewenagan (abuse of power) melalui pengekangan kebebasan
pendapat, pikiran dan perasaan serta pengekangan kebebasan ekspresi
rakyat Indonesia. 
“Negara sebaiknya tidak memasuki ruang hak asasi individu yang
telah melekat secara alamia, namun harus melakukan suatu upaya progresif
dan profesional untuk menyatakan bahwa buku tersebut adalah salah,”
tandas Pigai. 
Dia berharap pemerintah sebaiknya hindari melakukan tindakan
defensif dengan menyatakan isi buku Jokowi Undercover itu tidak benar,
fitnah, bohong dan sebagainya.
Spesial Untuk Mu :  “Dialog Pembubaran HMI; Antara Presiden RI Ir. Soekarno dan KH Saifuddin Zuhri.”
“Karena rakyat masih Ingat kata seorang tokoh nasional “sepersen
saja saya makan uang, siap digantung di Monas” tindakan atau perkataan
yang bertolak belakang dengan fakta ini yang disebut teori Acontrario,
atau pepatah Jawa Kuno ‘becik ketitik  ala  ketara’,” Tandasnya. (*)

Komentar