Kritik Pernyataan Mahfud MD, Sejarawan ini Sebut Jokowi Menang di Daerah-Daerah yang Dulunya PKI

Dr%2BTiar%2BAnwar%2BBachtiar
SriwijayaAktual.com – Pernyataan “garis keras” oleh mantan
Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Mahfud MD dikritik oleh sejarawan Dr Tiar
Anwar Bachtiar. Tiar menilai, Mahfud melakukan stigmatisasi dan
generalisasi secara berlebihan atas satu fenomena tertentu.
“(Ini) sangat berbahaya, baik secara ilmiah maupun secara komunisasi massa,” ujarnya di Jakarta pada Senin (29/04/2019).

Mahfud sebelumnya beranggapan, capres Prabowo Subianto menang di provinsi yang dulunya dianggap Islam garis keras.

“Tapi kalau lihat sebarannya di beberapa provinsi-provinsi yang agak
panas, Pak Jokowi kalah. Dan itu diidentifikasi tempat kemenangan Pak
Prabowo itu adalah diidentifikasi yang dulunya dianggap provinsi garis
keras dalam hal agama misal Jawa Barat, Sumatera Barat, Aceh dan
sebagainya, Sulawesi Selatan juga,” begitu kata Mahfud sebagaimana
potongan video yang viral di media sosial.

Menganggap pemilih Prabowo adalah kelompok garis keras, menurut Tiar, sebuah simplifikasi yang sangat sumir.

Pengurus Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis) ini melihat ada beberapa masalah dalam pernyataan Mahfud.

Pertama, kata dia, Mahfud belum mendefinisikan apa yang dimaksud dengan garis keras.

Kedua, lanjutnya, ketika garis keras sudah didefinisikan sebagai orang
yang “fanatik”, akhirnya tidak bisa hanya disematkan kepada satu
kelompok, apalagi hanya kepada pemilih Prabowo.

“Banyak NU yang fanatik. Karena kefanatikannya ini, mereka tidak mau
memilih selain NU, makanya mereka pilih Kiai Ma’ruf Amin. Fakta ini
sudah secara telak membantah klaimnya,” kata penulis buku Politik Islam
di Indonesia ini.

Pilihan kata garis keras ini secara teori komunikasi, imbuh Tiar, tidak
disenangi oleh lawan bicaranya. “Pasti akan menimbulkan reaksi yang
gaduh,” ujar Tiar.

Dosen sejarah Universitas Padjadjaran ini juga mengkritik cuitan Mahfud di akun Twitter-nya @mohmahfudmd yang bunyinya, 
“Saya bilang, Pak Jkw kalah di provinsi yg “dulunya” adalah tempat
garis keras dlm keagama. Makanya Pak Jkw perlu rekonsiliasi. Sy katakan
DULU-nya krn 2 alsn: 1) DULU DI/TII Kartosuwiryo di Jabar, DULU PRRI di
Sumbar, DULU GAM di Aceh, DULU DI/TII Kahar Muzakkar di Sulsel. Lht di
video ada kata “dulu”. Puluhan tahun terakhir sdh menyatu. Maka sy usul
Pak Jkw melakukan rekonsiliasi, agar merangkul mereka.”

Menurut Tiar, pernyataan itu juga bermasalah. 

“Sebab, kalau logikanya dibalik, Jokowi menang di daerah-daerah yang
dulunya dimenangkan PKI seperti Jawa Tengah. Kalau pendukung Jokowi ini
dulunya PKI, ya pasti lebih bahaya daripada DI/TII atau GAM yang
sekarang sudah bisa menyatu dengan NKRI,”
terangnya. Sementara PKI sampai saat ini masih menjadi ideologi terlarang.

Sebagai figur publik, kata Tiar, Mahfud seharusnya memilih-milih tema yang akan dilontarkannya.
Ia menyarankan, ungkapan yang kontraproduktif dan malah akan memperkeruh
suasana sebaiknya dihindarkan. “Daripada terus jadi kontroversi
sebaiknya ia minta maaf dan mencabut cuitannya,” tegasnya. [hdy]

Spesial Untuk Mu :  7 Suku di Papua Soal Freeport, Ini Yang Diinginkanya ...

Komentar