‘Mengkudeta Ka.BIN Budi Gunawan Lewat Kisruh Papua’

budi%2Bgunawan%2B %2Bpapua
foto/istimewa

Penulis: Pradipa Yoedhanegara

KOLOM PEMBACA, SriwijayaAktual.com  – Muncul sebuah Framing di pelbagai sosial media yang menyatakan; “BIN
Gagal dan Kecolongan, terkait Rusuh di Papua”. Sepertinya framing
tersebut sengaja di ciptakan oleh sekelompok orang yang secara sadar
melakukan provokasi kepada publik agar ada pihak yang harus bertanggung
jawab atas terjadinya rusuh di papua.

Rusuh di papua beberapa waktu lalu sepertinya tidak berdiri sendiri, dan
kisruh itu terjadi pasca Presiden Jokowi menyatakan dipelbagai media
massa bahwa “Susunan Kabinet telah final”, begitu kata yang mulia.
Suasana politik dalam negeri pun kembali menghangat pasca terbentuknya
dua poros politik baru, yakni Poros teuku umar vs Poros Gondangdia.

Terbentuknya poros politik teuku umar merupakan hasil kerja keras kepala
BIN Jenderal. Pol. Budi Gunawan yang diawali dengan adanya pertemuan
MRT antara presiden Jokowi dengan Mantan danjen Kopassus Letjen. Prabowo
Subiyanto, yang kemudian berlanjut pada jamuan “Nasi Goreng”,
dikediaman mantan presiden ri megawati soekarno putri yang juga ketua
umum pdip yang notabene pemenang pemilu legislatif 2019-2024.

Kondisi politik tanah air kembali memanas karena disaat yang sama empat
ketua umum partai politik, secara “Mendadak”, bertemu di gondangdia guna
membahas kepemimipinan nasional 2024-2029. Sepertinya terjadi
turbulensi politik yang mengakibatkan meningkatnya eskalasi politik di
negeri ini pasca terjadinya dua pertemuan tersebut yang membahas “quo
vadis bangsa dimasa mendatang”.

Menarik sekali kondisi politik tanah air pasca pilpres dan pileg yang
dilaksanakan secara serentak di negeri ini, begitu dinamis seperti
sebuah irama musik yang di mainkan dengan orkestra. Tarik menarik
politik terjadi begitu kentara, terlihat dari banyaknya parpol pendukung
tuan presiden dan ormas pendukung tanpa malu meminta jatah menteri
kabinet, karena sudah merasa berjuang dan berkeringat untuk pemenangan
tuan presiden.

Situasi ini menjadi dilema bagi tuan presiden, karena banyak parpol yang
menjadi pendukung utamanya meminta jatah menteri, tapi tidak punya
kursi satu pun di parlemen. Selain itu sang ketua umum partai berlogo
banteng bermoncong putih pun; membuat statement keras sebagai pemenang
pemilu, maka partainya paling pantas mendapatkan kursi menteri terbanyak
di kabinet Presiden Jokowi, dan itu dinyatakan dalam Konggres partai
beberapa waktu yang lalu.

Pasca menghangatnya politik di lingkaran istana, tiba-tiba saja terjadi
gejolak di tanah papua. Terjadi kerusuhan yang di picu oleh “isyu dugaan
persekusi dan rasisme” di sejumlah daerah, seperti surabaya, malang dan
semarang yang merupakan basis pemilih dan pemenangan presiden jokowi
sendiri. Sempat viral di media sosial seolah ada sekelompok ormas dan
masyarakat yang melakukan tindakan rasis di dua lokasi tersebut.

Entah siapa yang pertama kali mengupload video dugaan persekusi dan
rasis tersebut sehingga menjadi pemicu terjadinya rusuh di papua?! Yang
kemudian isyu “dugaan persekusi dan rasisme” tersebut di mainkan oleh
organisasi papua merdeka sebagai alat untuk memisahkan diri dari negara
kesatuan republik indonesia, dengan memobilisasi massa yang begitu masiv
dan membuat kerusuhan di papua barat.

Seluruh media mainstream dan media sosial juga secara masiv dan
gamblangnya memberitakan hal tersebut dan menyajikannya secara terus
menerus kehadapan publik, bahkan ada seorang buzzer yang menjadi
pendukung fanatik tuan presiden selama ini, dengan begitu provokatif
langsung mentweet “Rusuh papua disebabkan oleh ormas radikal, yang
mengusir mahasiswa papua”?!

Seolah kerusuhan papua terjadi secara spontanitas dan massa bergerak
sporadis tanpa adanya aktor intelektual atau pun penggerak massa dari
kejadian rusuh tersebut. Secara pribadi saya anggap hal tersebut
sangatlah aneh dan janggal serta menjadi tanda tanya besar bagi publik?!
Karena hal rasis yang terjadi di surabaya, malang dan semarang
tersebut, pernah terjadi sebelumnya dengan menyerang kehormatan tokoh
papua natalius pigai yang dilakukan oleh para ahoker dan pendukung tuan
presiden sendiri pada medio juni 2017 silam.

Sekedar mengingatkan kembali memory publik pada medio juni 2017 pernah
terjadi persekusi dan rasisme yang menjadi pembiaran oleh negara
terhadap tokoh papua natalius pigai. Kejadian tersebut juga sempat
menjadi viral di media sosial, tapi tidak menjadikan rakyat papua
berbuat anarkis dan juga tidak dijadikan isyu oleh kelompok OPM untuk
menyerang pemerintah jokowi saat itu.

Kisruh yang terjadi di papua saat ini pun hampir sama dengan kejadian
yang menimpa sahabat natalius pigai,  yaitu adanya “dugaan persekusi dan
rasisme”. Yang berbeda dari dua kasus di atas adalah di mainkannya
sentimen pro dan kontra nkri menjelang dilaksanakannya hari kemerdekaan
17 Agustus. Disini saya melihat adanya penumpang gelap yang ingin
memanfaatkan kisruh papua tersebut sebagai “bargaining position”
sekaligus alat tekan terhadap pemerintah karena isyu rasisme tersebut
menjadi headline dan pembicaraan dunia.

Media mainstream dan sosmed beserta para buzzer memframing seolah papua
tidak butuh pembangunan, karena ada yang salah dari pembangunan di
papua? Padahal beberapa waktu yang lalu media mainstream dan pemerintah
dengan begitu bangganya memviralkan pembangunan infrastruktur trans
papua yang begitu masiv kepada publik. Tiba-tiba saja viral pernyataan
gubernur papua barat Lukas Enembe yang menyatakan; “orang papua butuh
kehidupan, bukan pembangunan.

Framing-framing ini jelas di mainkan oleh media mainstream yang dengan
bebasnya mengulas persoalan papua secara terus menerus. Di era presiden
jokowi Jarang sekali media sosial maupun media mainstream memberitakan
sesuatu yang dapat mendeskreditkan pemerintah, namun tiba-tiba saja
media mainstream banyak mengulas hal yang sangat menohok dan memojokan
pemerintah pusat.

Isyu kesenjangan sosial maupun phobia papua, terus menerus di mainkan
secara masiv melalui pelbagai media. Pecahnya kerusuhan yang terjadi di
papua sepertinya bukan kejadian spontanitas, karena terjadi setelah
finalnya komposisi kabinet. Kejadian di papua hampir mirip dengan
tragedi 1974, dimana terjadi perebutan pengaruh orang di sekitar istana
yang membuat jatuhnya jendral, Soemitro Pangkokamtib saat itu.

Sebagai sebuah analisa saya melihat dari kerusuhan papua tersebut,
Jenderal. Budi Gunawan menjadi target untuk di kudeta karena; “BIN
dianggap gagal dan kecolongan atas kisruh di papua”. Kenapa harus BG
yang di targetkan untuk dijatuhkan? Karena jenderal BG adalah orang
paling kuat dan berpengaruh bagi Jokowi maupun ketua umum pdip, dan
tragedi papua adalah ajang untuk mempermalukan BIN serta menurunkan
posisi tawar BG di mata Presiden maupun publik.

Kemampuan Jenderal BG menyatukan dua kutub yang berbeda antara
pemerintahan jokowi dan kekuatan oposisi prabowo subianto, serta ketua
umum pdip megawati soekarno putri, menjadikan posisi sang jenderal
sebagai orang paling berpengaruh di negeri ini. Jadi wajar adanya upaya
untuk menyingkirkan sang jenderal dari tragedi kisruh diatas.

Terjadinya poros teuku umar juga berkat andil sang jenderal BG,
kemampuan BG menyatukan tokoh-tokoh bangsa wajib diapresiasi dan di
acungi jempol. Sebagai seorang kepala BIN sang jenderal cukup lincah
masuk wilayah politik, yang kemudian langkahnya mengejutkan para
politisi di sekeliling istana maupun di sekitar ketua umum pdip.

Tebentuknya poros teuku umar yang di inisiasi oleh BG, menjadi ancaman
elit politik dan kekuasaan di sekitar istana. Karena poros teuku umar
apabila terbentuk maka komposisi pemerintahan hanya melibatkan paling
banyak tiga partai politik pemenang pileg yakni Pdip, golkar dan
Gerindra.

Poros teuku umar bukan sekedar wacana, niat menyatukan tokoh bangsa bisa
menjadi pemicu kemarahan elit politik yang terus memainkan isyu panas
seputar rusuh akibat tindakan rasisme segelintir orang. Untuk itu
kompartemen didalam BIN maupun institusi intelijen dibawah Polri maupun
TNI harus membuka analisa ke arah pemakzulan jenderal BG sebagai sebuah
bahan kajian terkait kerusuhan berbau rasis yang merembet ke sejumlah
daerah di Indonesia.

Baca Juga: BIN Sudah Kantongi Provokator Kerusuhan di Tanah Papua

Sebagai pesan penutup, bukan tidak mungkin kisruh papua akan menjadi
pintu masuk untuk memakzulkan sang jenderal BG karena manuvernya yang
mengganggu banyak politisi dan kepentingan politik lainnya. Untuk itu
selayaknya rakyat jangan mau terprovokasi atas adanya framing yang
menyatakan “BIN Gagal dan Kecolongan”, karena itu merupakan upaya untuk
mengadu domba sesama anak bangsa.

Spesial Untuk Mu :  Heiii..Kamu yang Sedang Berjuang di Perantauan: Jangan Menyerah, Pantang Pulang Sebelum Meraih Kesuksesan!

Waallahul Muafiq illa Aqwa Mithoriq,
Wassallamuallaikum Wr, wb
Jakarta, 25 Agustus 2019. [*]

Komentar