![]() |
Foto/dok/istimewa |
JAKARTA, SriwijayaAktual.com – Pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data
produksi beras yang terbaru dan tentunya lebih valid dari metode
sebelumnya dengan menggunakan metode Kerangka Sampling Area (KSA).
Metode tersebut mulai digunakan sejak Januari 2018 untuk memperbaiki
data produksi padi.
produksi beras yang terbaru dan tentunya lebih valid dari metode
sebelumnya dengan menggunakan metode Kerangka Sampling Area (KSA).
Metode tersebut mulai digunakan sejak Januari 2018 untuk memperbaiki
data produksi padi.
Hasilnya, berdasarkan rilis BPS
terkoreksi data pangan yakni, luas baku sawah yang berkurang dari 7,75
juta hektar tahun 2013 menjadi 7,1 juta hektar tahun 2018. Sementara
potensi luas panen tahun 2018 mencapai 10,9 juta hektar, produksi 56,54
juta ton gabah kering giling atau setara 32,42 juta ton beras dan
konsumsi sebesar 29,50 juta ton. Dengan demikian, Indonesia mengalami
surplus beras 29,50 juta ton selama 2018.
terkoreksi data pangan yakni, luas baku sawah yang berkurang dari 7,75
juta hektar tahun 2013 menjadi 7,1 juta hektar tahun 2018. Sementara
potensi luas panen tahun 2018 mencapai 10,9 juta hektar, produksi 56,54
juta ton gabah kering giling atau setara 32,42 juta ton beras dan
konsumsi sebesar 29,50 juta ton. Dengan demikian, Indonesia mengalami
surplus beras 29,50 juta ton selama 2018.
Tentang hal ini, Ketua Umum Serikat
Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mengapresiasi langkah pemerintah
yang mengoreksi data produksi beras tersebut agar kebijakan impor yang
berpotensi menyengsarakan rakyat tidak perlu diambil. Karenanya, data
terbaru ini berdampak juga pada tidak lagi terjadinya pro kontra dan
polemik terkait data produksi padi dan beras.
Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mengapresiasi langkah pemerintah
yang mengoreksi data produksi beras tersebut agar kebijakan impor yang
berpotensi menyengsarakan rakyat tidak perlu diambil. Karenanya, data
terbaru ini berdampak juga pada tidak lagi terjadinya pro kontra dan
polemik terkait data produksi padi dan beras.
“Jika kebijakan yang dikeluarkan
menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti impor beras, berpotensi
menyengsarakan banyak orang,” ujar Hendri di Jakarta, Selasa
(23/10/2018).
menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti impor beras, berpotensi
menyengsarakan banyak orang,” ujar Hendri di Jakarta, Selasa
(23/10/2018).
“Karena itu, data yang baru dari
pemerintah mesti jadi momentum awal untuk membuat kebijakan yang lebih
baik dan menyejahterakan rakyat, termasuk petani,” sambung dia.
pemerintah mesti jadi momentum awal untuk membuat kebijakan yang lebih
baik dan menyejahterakan rakyat, termasuk petani,” sambung dia.
Berita Terkait: Mendag RI Sebut Gudang Bulog Penuh Bukan Urusannya, Buwas: Matamu!
Sementara itu, data terbaru BPS bahwa
produksi beras Indonesia selama 2018 surplus 2,80 juta ton ini pun
sesuai dengan hitungan Ekonom Senior Universitas Indonesia Rizal Ramli.
Ia menegaskan, impor beras yang dilakukan tahun ini didasari atas
kelangkaan beras yang dibuat-buat.
produksi beras Indonesia selama 2018 surplus 2,80 juta ton ini pun
sesuai dengan hitungan Ekonom Senior Universitas Indonesia Rizal Ramli.
Ia menegaskan, impor beras yang dilakukan tahun ini didasari atas
kelangkaan beras yang dibuat-buat.
“Sebab, dalam kenyataannya, beras dalam
keadaan cukup. Kalau kelangkaan yang benar, itu baru kita boleh impor.
Tapi, ini direkayasa. Kebutuhan impornya ini karena emang pejabat doyan
banget impor,” tegas dia, dalam diskusi khusus mengenai impor pangan, di
Jakarta, Senin (22/10/2018).
keadaan cukup. Kalau kelangkaan yang benar, itu baru kita boleh impor.
Tapi, ini direkayasa. Kebutuhan impornya ini karena emang pejabat doyan
banget impor,” tegas dia, dalam diskusi khusus mengenai impor pangan, di
Jakarta, Senin (22/10/2018).
Berita Terkait; Menko Perekonomian Darmin: Kalau Enggak Ada Impor Beras Tahun Ini, RI ‘Tewas’!
Menurut Rizal, impor beras ini
mengorbankan petani. Yakni keuntungan yang seharusnya petani peroleh
saat panen, menjadi melayang, karena harga beras menjadi anjlok akibat
membanjirnya beras impor di pasar.
mengorbankan petani. Yakni keuntungan yang seharusnya petani peroleh
saat panen, menjadi melayang, karena harga beras menjadi anjlok akibat
membanjirnya beras impor di pasar.
“Kebijakan impor di waktu panen ini
sadis sekali. Petani pada mau panen ada impor, akhirnya pada nangis
semua. Jadi, kalau saya sebut itu sebagai adiktif impor atau kecanduan
impor,” pungkasnya. (sr6/3)
sadis sekali. Petani pada mau panen ada impor, akhirnya pada nangis
semua. Jadi, kalau saya sebut itu sebagai adiktif impor atau kecanduan
impor,” pungkasnya. (sr6/3)