Presiden Jokowi Pecahkan Rekor Nasional Dan Dunia, Tidak Hadir Di SMU PBB 5 Kali Berturut-turut

Berita82 Dilihat

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!
JAKARTA, SriwijayaAktual.com – Direktur Eksekutif Government and Political Studies (GPS), Gde Siriana
mengatakan postingnya di Twiter tentang Presiden Jokowi lima kali tidak
hadir di Sidang Majelis Umum PBB selama jabat presiden RI dibaca 138.371
akun, diretweet 1.600 akun dan dilike 3.130 akun.
Dari 9.900 akun yang berinteraksi dengan postingan itu, menyatakan
ketidakhadiran seorang kepala negara RI sampai lima kali berturut-turun
sebagai perilaku yang tidak bisa diterima akal sehat. Jawaban istana
bahwa Jokowi sibuk pun tidak rasional mengingat semua Presiden RI
meskipun sibuk tetap menyempatkan diri hadir di SUM PBB.

“Kalaupun terpaksa banget ya jangan sampai bolos terus lima kali berturut-turut,” ujar Gde Siriana dalam keterangannya kepada redaksi media, Kamis (3/10/2019).

Bagi Gde Siriana, ini bukan persoalan rendah diri, kemampuan bahasa atau
sibuk. Ini persoalan integritas Jokowi pada perannya sebagai kepala
negara. Juga cara menghargai kepala negara lain yang mungkin saja
maksain diri datang meski sibuk atau negaranya miskin.
“Ini cara kita menghargai pergaulan internasional. Bahkan dalam
pembukaan UUD 1945 pun jelas disebutkan Indonesia turut serta dalam
pergaulan internasional,” ucap Gde Siriana.

Dia sudah mencek apa saja kegiatan Jokowi di bulan September sejak 2014
sampai 2019. Hanya September 2018 saja yang menurutnya bisa jadi alasan
kuat Jokowi tidak hadir karena ada persiapan Pilpres 2019, yaitu
penentuan cawapresnya.

“Jika berniat hadir, mestinya sejak setahun sebelumnya sudah diatur
untuk kosongkan agenda di September karena SMU PBB selalu di bulan
September,” terang Gde Siriana.

“Saya coba lihat lagi siapa saja kepala negara di dunia yang tidak hadir
selama lima kali berturut-turut. Ternyata tidak ada. Jadi bisa
dikatakan Jokowi pecahkan rekor dunia dan rekor nasional. Tidak ada
kepala negara RI lima berturut-turut bolos SMU PBB,” tuturnya
menambahkan.
Tapi, lanjut Gde Siriana, ada dua nama kepala negara yang tiga kali
tidak hadir dan bersamaan juga dengan Jokowi tidak hadir. Yaitu Presiden
China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Dia tidak tahu
persis hubungannya apa, tapi yang diamati di forum SMU PBB sikap
Indonesia hanya tegas pada masalah Palestina. Tapi tidak untuk
penindasan etnik muslim Uyghur di China dan etnik Rohingya di Myanmar.

“Seperti kita tahu, Myanmar juga sahabat China. Ini membuat saya
teringat kembali pada politik LN poros Jakarta-Peking di era Soekarno.
Apakah saat ini politik LN RI sudah begitu condong ke China? Apalagi
dengan bantuan infrastruktur dan keterpaduan dengan program OBOR China,”
ungkap Gde Siriana.

Seharusnya, sambung dia, semua anak bangsa jangan pernah melupakan
sejarah, karena sejarah selalu berulang. Ketika politik nasional
terjebak dalam pertarungan negara super power, siapkah kita dengan
segala resikonya? Padahal amanat konstitusi, turut serta dalam pergaulan
internasional dapat dimaknai dengan politik netral aktif. Bukan politik
terlibat dalam perseteruan negara super power.
Untuk memahami ini, maka saat ini Gde Siriana sedang mencari data,
mengapa China membangun pabrik semen besar di Maruni, Manokwari, Papua
Barat yaitu PT SDIC. Selain di lokasi tersebut banyak hasil alam yang
menjadi bahan baku semen, dia pun sedang mencari data untuk membuktikan
adanya emas di dekat lokasi pabrik SDIC yang konon potensinya tidak
kurang dari kandungan emas Freeport perusahaan milik AS.

Berita Terkait:  JK Harap Di Masa Mendatang Jokowi ‘Berani’ Datang Sendiri Ke Sidang Umum PBB

“Juga konon kabarnya ada kandungan uranium di lepas pantai dekat pabrik
SDIC. Apakah ini semua juga akan menjelaskan mengapa terjadi rusuh
Manokwari?” kata Gde Siriana menutup komentarnya.Untuk memahami ini,
maka saat ini Gde Siriana sedang mencari data, mengapa China membangun
pabrik semen besar di Maruni, Manokwari, Papua Barat yaitu PT SDIC.
Selain di lokasi tersebut banyak hasil alam yang menjadi bahan baku
semen, dia pun sedang mencari data untuk membuktikan adanya emas di
dekat lokasi pabrik SDIC yang konon potensinya tidak kurang dari
kandungan emas Freeport perusahaan milik AS.

“Juga konon kabarnya ada kandungan uranium di lepas pantai dekat pabrik
SDIC. Apakah ini semua juga akan menjelaskan mengapa terjadi rusuh
Manokwari?” kata Gde Siriana menutup komentarnya. (rmol)