Siapa Sesungguhnya Yang Hancurkan Peradaban (Melalui Pemilu Ini)?

sang saka dikibarkan dr dasar laut teluk palu at Harnus 13 di palu
Ilustrasi

Oleh, Effendi Gazali
Pakar Komunikasi Politik
OPINI, SriwijayaAktual.com – SEMULA saya berusaha diam, agar tidak menambah konflik anak bangsa.
Apalagi kita berduka cita mendalam, mendengar berpulangnya hampir 300
KPPS (dari 5.672.303  KPPS di 810.329 TPS).
Namun belakangan, muncul beberapa pihak yang mengeluarkan kata-kata
bijak, seakan dialah yang paling tergerak cepat mengatasi keadaan.
Padahal, jangan-jangan, mereka salah satu biang masalahnya.
Maka saya ajak untuk buka-bukaan. Kapan perlu dalam salah satu sesi
terbuka, ilmiah, dan civilized di KPU (asal jangan dengan niat menambah
lagi konflik bangsa ini).
Tujuan pengajuan Judicial Review ke MK (awal tahun 2013), adalah
menyelamatkan peradaban Indonesia. Sejak awal, kami akademisi sudah
mencium gelagat buruk dari sekelompok orang yang akan mendisain agar
Pilpres Indonesia hanya akan diikuti oleh dua capres atau bahkan Calon
Tunggal!
Bayangkan kami sudah mencium gelagat itu sejak tahun 2013!
Kenapa kami anggap itu akan MERUSAK PERADABAN?
Kalau Anda memahami hancurnya peradaban karena potensi penyalahgunaan
media sosial, pasti Anda akan mencegah dengan segala upaya agar tidak
terjadi Pilpres dengan hanya dua capres. Apalagi Calon Tunggal!
Lihat apa yang terjadi? Sangat banyak: energi dan waktu KPU, Bawaslu,
Polri, serta politisi, terbuang untuk menangani HOAX, ujaran kebencian,
dan pencemaran di medsos. Yang terakhir ini, antara kubu “cebong” lawan
“kampret”!
Sangat terasa kurang waktu untuk Sosialisasi Pemilu, apalagi SIMULASI!
Kalau simulasinya ilmiah, dengan mempertimbangkan segala kondisi,
maka segala kelelahan dan gangguan kesehatan HARUS TERDETEKSI! Masa
simulasi berbeda betul dengan kenyataan?
Waktu lima tahun dua bulan dibuang percuma oleh Pembuat Undang Undang
untuk menghasilkan Kodifikasi UU Pemilu. Ngototnya hanya untuk
Presidential Threshold, sampai voting dini hari!
Sebetulnya sejak 2015, kami sudah mengusulkan manajemen pemilu
serentak. Antara lain, 1 Desember 2015 pada  peluncuran buku Mendagri,
Tjahjo Kumolo, “Dasar Hukum Pemilu Serentak”. Kami usul agar Pemilu
Serentak dibagi menjadi dua. Yaitu Pemilu Nasional Serentak (Presiden,
DPR, DPD) dan Pemilu Daerah Serentak (Kepala Daerah, DPRD tingkat 1,
DPRD tingkat 2). Jaraknya 2,5 tahun. Tapi sepertinya usul ini dan usul
teman-teman civil society lain hilang di tengah hiruk-pikuk Presidential
Threshold!
Apakah SESIMPEL itu masalah kita sekarang, HANYA KARENA Presidential
Threshold?? Bukan sesimpel itu, tapi Pemilu serentak hanya salah satu
metode untuk membuang Presidential Threshold; agar peradaban bangsa
tidak dibiarkan hancur, karena keterbelahan, di depan mulut penghancur
peradaban bernama “media sosial”.
Effendi Gazali
Niat asli (original intent) Pembentuk UUD kita memang agar bangsa
tidak terbelah, walau niat itu dirumuskan jauh sebelum era sisi kelam
medsos.
Kalau sudah terbelah begitu dalam, apalagi bawaan luka lama sejak
2014, segala sesuatu dicurigai. Hampir tidak pernah kita bisa duduk
bersama, mencari penyelesaian, secara beradab!
DPT tidak pernah diterima dengan baik, KTP elektronik juga belum
pernah beres, kertas suara dicurigai tercoblos, setting website
dicurigai, aparat dicurigai tidak netral, apalagi Quick Count dan
sebagainya; apa-apa saja membelah dan dicurigai!
Tidak cukup lagi peradaban untuk bisa menyelesaikan masalah bersama!
Kami sudah memprediksinya sejak 2013!
Di mana posisi Anda sesungguhnya? Anda jadi bagian yang menjaga
peradaban atau yang merusaknya melalui Presidential Threshold? Anda
tidak sadar atau Anda sengaja, mengumpankan bangsa yang jadi terbelah,
ke depan mulut menganga perusak peradaban bernama ‘media sosial’?
Presidential Threshold: ambang batas pencalonan presiden; harus 20
persen kursi legislatif, hasil Pemilu lima tahun lalu. Syarat begini
hanya ada pada Pemilu serentak Indonesia. Gara-gara syarat ini, calon
presiden Pemilu 2019 sudah dihitung betul agar tersisa dua pasangan
saja. [**]
Spesial Untuk Mu :  Surat Terbuka untuk Adikku Gustika Yusuf Hatta

Komentar